Oleh: D. Sitorus, S.H | LSM PELAKOR (Perang Lawan Korupsi)
Ditulis dalam momentum peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, bertepatan dengan paparan Kepala Kejaksaan Negeri Tanah Datar terkait agenda prioritas pemeriksaan pengelolaan keuangan desa di wilayah Luak Nan Tuo.
Dalam literatur administrasi publik, kejujuran informasi dan transparansi kebijakan merupakan prasyarat utama terwujudnya pemerintahan yang baik. Pemerintahan desa, sebagai entitas terdepan pelayanan publik, dituntut tidak hanya memenuhi aspek legalitas formal, tetapi juga menjaga legitimasi sosial melalui keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat.
Dalam konteks kepemimpinan nagari, perhatian publik terhadap riwayat, kapasitas, dan integritas pejabat publik merupakan hal yang wajar dan sah secara demokratis. Informasi yang disampaikan kepada masyarakat sejak proses pencalonan memiliki peran penting dalam membangun kepercayaan. Oleh karena itu, setiap perbedaan antara informasi publik dan fakta administratif seharusnya disikapi dengan klarifikasi terbuka guna mencegah munculnya spekulasi dan penurunan kepercayaan masyarakat.
Tantangan tata kelola juga terlihat dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Prinsip good governance menekankan pentingnya pemahaman regulasi, mekanisme musyawarah, serta penghormatan terhadap fungsi pengawasan. Ketika ruang partisipasi publik terbatas dan kritik tidak dikelola sebagai masukan konstruktif, maka risiko kesalahan kebijakan dan maladministrasi menjadi semakin besar.
Salah satu indikator penting dalam evaluasi pelayanan publik adalah adanya temuan lembaga pengawas negara. Putusan Ombudsman Republik Indonesia yang menyatakan terjadinya maladministrasi dalam proses penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan memerintahkan perbaikan merupakan fakta administratif yang patut dijadikan bahan evaluasi bersama. Putusan tersebut tidak dimaknai sebagai vonis personal, melainkan sebagai instrumen koreksi sistemik terhadap tata kelola pelayanan.
Selain itu, pengelolaan program desa seperti Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag), serta pemanfaatan Dana Desa secara normatif mensyaratkan musyawarah nagari, kepatuhan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan administrasi keuangan yang tertib. Ketidaksesuaian prosedur, apabila terjadi, perlu disikapi dengan perbaikan kebijakan dan peningkatan kapasitas aparatur desa.
Perhatian aparat penegak hukum terhadap proyek-proyek Dana Desa Tahun Anggaran 2024 yang masuk dalam agenda pemeriksaan Kejaksaan Negeri Tanah Datar seharusnya dipahami sebagai bagian dari mekanisme pengawasan negara. Proses tersebut bukanlah bentuk stigmatisasi, melainkan instrumen untuk memastikan pengelolaan keuangan publik berjalan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam konteks penyaluran bantuan swadaya bencana, transparansi dan pelaporan keuangan yang jelas menjadi kebutuhan mutlak. Setiap ketidaksesuaian data penerimaan dan pengeluaran, penggunaan rekening non-institusional, maupun laporan yang belum lengkap, seyogianya segera diklarifikasi secara terbuka agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.
Yang tidak kalah penting adalah menjaga kohesi sosial nagari. Perbedaan pandangan antara unsur masyarakat, termasuk perantau dan warga kampung, hendaknya dikelola secara dialogis dan tidak berkembang menjadi polarisasi. Pemerintahan yang sehat justru tumbuh dari keterbukaan terhadap kritik, bukan dari pembentukan narasi yang berpotensi memperlebar jarak sosial.
Pada akhirnya, legitimasi kepemimpinan tidak hanya ditentukan oleh hasil pemilihan, tetapi juga oleh konsistensi dalam menjaga integritas, transparansi, dan akuntabilitas kebijakan. Momentum Hari Anti Korupsi Sedunia menjadi pengingat bahwa pencegahan penyimpangan dimulai dari kejujuran, keterbukaan data, dan kesediaan untuk terus memperbaiki tata kelola.
Tulisan ini dimaksudkan sebagai refleksi kritis dan konstruktif demi penguatan pemerintahan nagari yang bersih, berwibawa, dan dipercaya masyarakat, sejalan dengan prinsip hukum, etika publik, dan semangat pemberantasan korupsi.